Diantara tanda-tanda istri yang sholeha adalah, bilamana ia melakukan kesalahan terhadap suaminya, ia menyesal sekali dan segera meminta maaf dan memohon keridhoannya. Kesalahan itu ia sesali dan ia tangisi sepanjang hari, karena takut mendapat siksa dari Allah.Tanda-tanda yang lain adalah misalnya, ia melihat suaminya sedang diliputi perasaan duka dan sedih, Maka ia menghibur,“Kalau yang kamu sedihkan berhubungan dengan urusan akherat, sesungguhnya hal itu sangat menguntungkan bagimu, tetapi jika yang kau sedihkan berhubungan dengan urusan dunia, sama sekali aku tidak membebanimu dengan perkara yang berat.”KisahDikisahkan bahwa Rabi’ah binti Isma’il Asy Syamsiah, Seorang istri Ahmad bin Abu Al huwari, suatu hari memasak makanan yang enak. Masakan itu diberi campuran aroma yang harum. Suami Rabi’ah juga mempunyai istri yang lain. Setelah masak dan menyantap makanan itu, Rabi’ah berkata pada suaminya:“Pergilah kamu ke istri yang lain dengan tenaga yang baru.”Rabi’ah yang satu ini memang mirip dengan rabi’ah Adawiyah yang berdomisili di bashrah. Rabi’ah Asy Syamsiah ini setelah menunaikan sholat ‘isya ia berdandan lengkap dengan busananya. Setelah itu baru mendekati tempat tidur suaminya. Ia tawarkan pada suaminya,“Apakah malam ini kamu membutuhkan kehadiranku atau tidak.”Jika suaminya sedang berhasrat untuk menggaulinya, maka ia melayaninya hingga puas, kalau malam itu suaminya sedang tidak berminat menggaulinya, maka ia menukar pakaian yang ia kenakan tadi dan berganti dengan pakaian lain yang digunakan untuk beribadah. Malam itu ia tenggelam ditempat sholatnya hingga subuh.Rabi’ah binti Isma’il Asy Syamsiah bersuamikan Ahmad bin Abu huwar itu memang dikehendaki Rabi’ah sendiri. Ia pula yang pertama-tama melamar syekh Ahmad supaya berkenan memperistri dirinya.Ceritanya demikian, Rabi’ah binti Ismail itu semula mempunyai suami yang kaya. Setelah kematiannya, ia memperoleh harta waris yang sangat besar. Ia kesulitan menafkahkan harta itu, mengingat ia seorang perempuan yang terbatas gerakannya. maka ia bermaksud melamar syekh Ahmad, dengan tujuan agar dapat menasarufkan (menghibahkan) hartanya demi kepentingan islam dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, yang demikian itu karena Rabi’ah binti Ismail memandang syekh Ahmad sebagai orang yang dapat menjalankan amanat, sedang Rabi’ah sendiri seorang yang adil.Ketika mendapat lamaran dari Rabi’ah syekh Ahmad berkata:“Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin berkonsentrasi untuk beribadah.”Rabi’ah menjawab:“Syekh Ahmad, sesungguhnnya kosentrasiku dalam beribadah adalah lebih tinggi daripada kamu. Aku sendiri sudah memutuskan untuk tidak menikah lagi, tetapi tujuanku menikah kali ini tidak lain adalah agar dapat menasarufkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-saudara yang muslim, dan untuk kepentingan islam sendiri. Akupun mengerti bahwa engkau itu orang yang shalih, tapi justru dengan begitu aku akan memperoleh keridhoan dari Allah SWT.”Syekh Ahmad berkata:“Baiklah, tapi aku minta waktu, aku hendak meminta izin dari guruku.”Lalu syekh Ahmad menghadap gurunya, yakni Syekh Abu Sulaiman AD Darani. Sebab gurunya itu dulu pernah melarang dirinya untuk menikah lagi. Katanya:“Setiap orang yang menikah, sedikit atau banyak pasti akan terjadi perubahan atas dirinya.”Tetapi setelah Abu Sulaiman mendapat penjelasan dari muridnya mengenai rencana Rabi’ah, ia berkata:“Kalau begitu nikahilah ia, karena perempuan itu seorang wali.”Kisah-kisah yang serupa seperti kisah Rabi’ah Adawiyah itu sesunggguhnya cukup banyak. Lazimnya terjadi pada masa lalu, tetapi untuk masa sekarang, hampir tidak pernah dijumpai, adanya seorang wanita yang bertingkah baik seperti mereka.KisahDikisahkan ada seorang pandai besi yang mempunyai keajaiban luar biasa, kalau ia memanggang besi didalam bara api tangannya tidak kepanasan sekalipun saat mengambilnya menggunakan tangannya secara telanjang. Ketika itu ada seorang yang tergerak hatinya bermaksud menyaksikan keajaiban itu. Apakah benar ataukah sekedar berita bohong.Hingga suatu hari orang tersebut datang kerumah si pandai besi. Ia bertanya tentang berita itu. Setelah melihat sendiri ia memandangi dengan penuh kekaguman. Setelah pandai besi itu menyelesaikan pekerjaannya, lelaki tadi memberi salam. pandai besi menjawab. Lalu kata lelaki tadi:“Malam ini aku menjadi tamu mu, kamu tidak keberatan bukan?”Si pandai besi menjawab:“Dengan suka hati aku menerima kehadiranmu.”Lelaki tadi diajak masuk kerumah, hingga setelah makan malam tiba ia disuguhi makan malam. Selesai makan hingga menjelang tidur lelaki itu tidak menjumpai suatu kelebihan dilakukan si pandai besi. Ibadah fardunya hanya seperti itu. Ia tidur malah hingga subuh. Dalam hati ia berkata:“Barangkali malam ini ia sengaja merahasiakan ibadahnya.”Lelaki tadi meminta izin agar diperbolehkan bermalam untuk yang kedua kalinya. Ia mencoba memperhatikan amaliyahnya. Ternyata tidak ada kelebihannya dalam menjalankan kewajiban dan kesunahan beribadah.Akhirnya lelaki itu berkata:“Sudah seringkali aku mendengar, betapa besar Allah memuliakan dirimu. Kebetulan aku sendiri juga menyaksikan kekeramatanmu itu. Tetapi setelah aku perhatikan secara lahiriyah ternyata tidak ada kelebihan yang aku jumpai dalam ibadah fardu atau sunah mu. Kalau begitu dari manakah tingkatan itu kamu peroleh?”Si pandai besi itu menjawab:“Saudaraku, sesungguhnya aku kisah yang sangat menarik. Ceritanya begini, Aku bertetangga dengan seorang perempuan yang sangat cantik sekali. Aku cinta sekali padanya. Setiap saat aku menggoda dan merayunya supaya mau memenuhi keinginanku. Namun sejauh itu aku tidak dapat menundukkan dirinya. Rupanya ia perempuan ahli wara’ yang sangat bagus segalanya.Bulan demi bulan terus bergulir, hingga tibalah masa paceklik, makanan sulit diperoleh. Kelaparan merata dimana-mana. Suatu hari ketika aku sedang menikmati udara dirumah, tiba-tiba pintu rumahku diketuk oleh seseorang. Aku keluar untuk melihat siapa yang datang, ternyata perempuan yang cantik itu yang datang. Ia berdiri didepan pintu, katanya:'Tuan aku ini sedang kelaparan, Apa ada makanan yang bisa tuan berikan kepadaku?'Jawabku: 'Apa kau tidak merasa bahwa aku sangat mencintaimu?'. Aku tidak akan memberi makanan kecuali kau bersedia menyerahkan dirimu padaku'.Sesungguhnya aku takut menghadapi bahaya dalam kematian. Aku telah berjanji untuk tidak berma’syiat kepada Allah.” Lalu ia kembali.Dua hari kemudian ia datang lagi. Ia meminta makanan seperti yang dikatakan tempo hari. Aku juga memberi jawaban seperti jawabanku yang kemarin. Saat itu tubuhnya kelihatan sangat kusut dan rusak. Ia masuk dan duduk didalam rumah. Aku menyodorkan makanan didepannya. Tiba-tiba air mata perempuan cantik itu terus mengalir deras seraya berkata:“Apakah makanan ini kau berikan semata hanya karena Allah?”Aku menjawab:“Aku berikan makanan itu agar kau bersedia menyerahkan dirimu kepadaku.”Ia bangkit dan meninggalkan makanan itu tanpa menjamahnya sedikitpun. Ia terus melangkah keluar rumah menuju rumahnya sendiri, yang berada tak jauh dari rumahku.Dua hari kemudian ia datang lagi. Ia mengetuk pintu sambil berdiri didepan pintu, ku lihat tubuhnya kian kurus kering. Suaranya terbata-bata, punggungnya membungkuk karena menahan lapar.Ia berkata:“Tuan aku telah merasa kesulitan, untuk mencari makanan, dan aku tak sanggup lagi untuk berjalan jauh untuk mencari makanan kecuali kepada tuan. Apakah tuan punya makanan yang bisa diberikan kepadaku ikhlas karena Allah?”Aku menjawab:“Ya tentu ada kalau kamu bersedia menyerahkan dirimu kepadaku.”Ia kemudian menundukkan wajah beberapa saat, ia masuk dan duduk didalam. Saat itu aku benar-benar tidak mempunyai makanan yang dapat ku berikan untuknya. Maka aku segera menghidupkan api untuk memasak makanan untuknya.Setelah masak dan makanan ku letakkan didepannya tiba-tiba aku tersadar memperoleh petunjuk Allah. Dalam hati aku berkata:“Hai rusak amat diriku ini, sesungguhnya perempuan ini termasuk orang yang diberi akal sedikit dan begitu pula ketaatannya pada agamanya. Ia tidak mampu mencari mana dan sudah berulang kali merasakan betapa pedihnya kelaparan. Tetapi kamu tidak mau menahan kemaksiatan, padahal ia dapat mencegah kemaksiatan tanpa mau menyentuh makanan, jika diberikan dengan syarat.”Kemudian aku berdoa kepada Allah:“Wahai Allah sesungguhnya aku sekarang bertaubat kepada Mu atas segala perbuatanku. Aku berjanji tidak akan mendekati lagi kepada perempuan itu untuk bermaksiat.”Aku dekati dia yang masih terpaku didepan makanan. Aku berkata:“Sekarang makanlah, kamu tidak perlu khawatir bahwa aku akan meminta persyaratan itu. Kuberikan itu hanya karena Allah.”Begitu mendengar ucapanku itu, ia mengangkat wajahnya ke langit seraya berucap:“Wahai Allah, jika ucapannya itu benar, hindarkanlah dirinya dari api dunia dan api akhirat.”Lalu perempuan cantik itu ku biarkan menyantap makanan. Aku sendiri berkemas dari hadapannya untuk memadamkan api. Tanpa sengaja sebuah bara api jatuh mengenai kakiku. Ternyata tidak melepuh. Aku kembali lagi menjumpainya dengan penuh kegembiraan. Aku berkata:“Bergembiralah kamu, sesungguhnya Allah telah mengabulkan doamu.”Lalu ia buang sesuap makanan yang masih ada ditangannya. Ia bersujud syukur seraya berucap:“Wahai Allah sesungguhnya Engkau telah memperlihatkan kepadaku apa yang ku hendaki terhadap lelaki ini. Maka cabutlah ruhku sekarang juga.”Selesai berucap begitu, perempuan cantik itu mati dalam keadaan masih bersujud. Demikianlah ceritaku, saudara. Wallaahu a’lam.